Rabu, 21 Mei 2008

Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Berdasarkan sifat adsorpsi dari partikel koloid terhadap medium pendispersinya, kita mengenal dua macam koloid :
Koloid liofil yaitu koloid yang ”senang cairan” (bahasa Yunani : liyo = cairan; philia = senang). Partikel koloid akan mengadsorpsi molekul cairan, sehingga terbentuk selubung di sekeliling partikel koloid itu.
Contoh koloid liofil adalah kanji, protein, dan agar-agar.
Koloid liofob yaitu koloid yang ”benci cairan” (phobia = benci). Partikel koloid tidak mengadsorpsi molekul cairan.
Contoh koloid liofob adalah sol sulfida dan sol logam.
=====================================================================================================================
h. Koloid Liofil dan koloid Liofob
Umumnya terjadi pada koloid yang fase terdispersinya padatan dan mediumnya cairan atau berupa sol, sehingga lebih dikenal sebagai sol liofil atau sol liofob.
Sol liofil adalah sol di mana fase terdispersinya senang akan medium pendispersinya (senang akan cairan) atau di katakan juga afinitas atau daya tarik terhadap mediumnya sangat kuat.
Sol liofob adalah kebalikan dari sol liofil, di mana partikel fase terdispersinya kurang/tidak senang akan cairannya (mediumnya).
Perbedaan antara koloid liofob dengan koloid liofil dapat disimak pada tabel dibawah ini .
No. Koloid liofil Koloid liofob
1. Partikel tidak dapat dilihat dengan microscope ultra Partikelnya dapat dilihat denan microscope ultra
2. Tidak menunjukan peristiwa elektroforesis Menunjukan peristiwa elektroforesis
3. Tidak mengalami koagulasi bila diberi sedikit elektrolit Mengalami koagulasi jika diberi elektrolit
4. Memiliki viskositas besar Viskositas mirip medium pendispersinya
5. Tegangan permukaan kecil Tegangan permukaan mirip medium pendispersinya
6. Tidak menjukan gerak brown Menunjukan gerak brown yang jelas
7. Pada penguapan atau pendinginan menghasilkan gel, yang akan membentuk sol lagi bila diberi medium pendispersinya
=============================================================================================================
Pada penguapan atau pendinginan akan menghasilkan koagulasi, tidak membentuk sol kembali bila diberi medium pendispersinya.
f. Koloid pelindung

Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi relatif besar disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut koloid liofob yang bersifat kurang stabil. Yang berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.

Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil. Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:

1. Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh, disperse kanji, sabun, deterjen.

2. Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang lemah atau bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium pendispersinya. Contoh, disperse emas, belerang dalam air.


Sifat-Sifat
Sol Liofil
Sol Liofob
Pembuatan
Dapat dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium terdispersinya
Tidak dapat dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dan medium pendisperinya
Muatan partikel
Mempunyai muatan yang kecil atau tidak bermuatan
Memiliki muatan positif atau negative
Adsorpsi medium pendispersi
Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Terdapat proses solvasi/ hidrasi, yaitu terbentuknya lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di sekeliling partikel sehingga menyebabkan partikel sol liofil tidak saling bergabung
Partikel-partikel sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
Viskositas (kekentalan)
Viskositas sol liofil > viskositas medium pendispersi
Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersi
Penggumpalan
Tidak mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit
Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit karena mempunyai muatan.
Sifat reversibel
Reversibel, artinya fase terdispersi sol liofil dapat dipisahkan dengan koagulasi, kemudian dapat diubah kembali menjadi sol dengan penambahan medium pendispersinya.
Irreversibel artinya sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah menjadi sol
Efek Tyndall
Memberikan efek Tyndall yang lemah
Memberikan efek Tyndall yang jelas
Migrasi dalam medan listrik
Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau tidak bermigrasi sama sekali
Akan bergerak ke anode atau katode, tergantung jenis muatan partikel

Selasa, 13 Mei 2008

Cara membuat sabun yang sederhana


Sabun mandi merupakan garam logam alkali (biasanya disebut garam natrium) dari asam lemak. Sabun yang telah berkembang sejak zaman Mesir kuno berfungsi sebagai alat pembersih. Keberadaan sabun yang hanya berfungsi sebagai alat pembersih dirasa kurang, mengingat pemasaran dan permintaan masyarakat akan nilai lebih dari sabun mandi.


Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika dikembangkan lagi sabun mandi yang mempunyai nilai lebih, seperti pelembut kulit, antioksidan, mencegah gatal-gatal dan pemutih dengan penampilan (bentuk, aroma, warna) yang menarik. Perkembangan tersebut disesuaikan dengan perkembangan zat-zat aditif yang telah ada. Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filter) untuk menekan biaya supaya lebih murah.

Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk itu, perlu upaya mencoba pembuatan sabun dengan penambahan zat aditif berupa TiO2 dan EDTA dengan bahan dasar minyak kemasan, dibandingkan dengan campuran minyak kelapa dan minyak goreng gurah tanpa kemasan dengan prosedur yang berbeda.

Minyak dan lemak

Pada dasarnya, lemak dan minyak dihasilkan oleh alam yang bersumber dari hewan dan tanaman. Sedangkan berdasarkan pada sumbernya, minyak dan lemak dapat diklasifikasikan atas hewan dan tumbuhan. Perbedaan mendasar daripada lemak hewani dan lemak nabati adalah: 1) lemak hewani mengandung kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol, 2) kadar lemak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil daripada lemak nabati, dan 3) lemak hewani mempunyai bilangan Reicher-Meiss lebih besar dan bilangan Polenshe lebih kecil dibanding dengan minyak nabati (Ketaren, 1986).

Ada beberapa sifat fisik dari minyak dan lemak yang dapat dilihat dari minyak dan lemak, antara lain: warna, bau amis, odor dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymerism, titik didih, splitting point, titik lunak, shot melting point, berat jenis, indeks bias dan kekeruhan.

Zat warna dibedakan menjadi dua, yaitu warna alamiah dan warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat dalam minyak. Zat warna alamiah terdapat secara alamiah dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstraksi bersama minyak bersama dalam proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain alfa dan beta karoten, xanthofil dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

Sedangkan, warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat pada minyak antara lain: warna gelap disebabkan oleh oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna coklat terdapat pada minyak atau minyak yang berasal dari bahan busuk atau memar.

Bau amis pada minyak atau lemak disebabkan oleh interaksi trimetil amin oksida dengan ikatan rangkap dari minyak tak jenuh. Mekanisme pembentukan trimetri amin dari lesistin bersumber dari pemecahan ikatan C-N dari cholin dalam molekul lesitin. Ikatan C-N ini dapat diuraikan oleh zat pengoksidasi seperti gugus peroksida dalam lemak, sehingga menghasilkan trimetil-amin.

Odor dan flavor dalam minyak, selain terdapat secara alami juga terjadi karena pembentukan asam-asam lemak berantai pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi, odor atau flavor pada umumnya disebabkan oleh komponen bukan minyak. Sebagai contoh, bau khas dari minyak kelapa sawait disebabkan karena beta-ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa disebabkan oleh nonyl methylketon (Ketaren, 1986).

Adapun sifat kimia dari lemak dan minyak antara lain: hidrolisa, oksidasi, hidrogenasi, esterifikasi, dan pembentukan keton. Hidrolisa minyak atau lemak akan asam-asam lemak bebes dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan pada minyak atau lemak karena terdapatnya air dalam minyak tersebut. Reaksi ini akan menyebabkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Ketaren, 1986).

Pengujian minyak atau lemak berdasarkan pada penelitian dan penetapan bagian tertentu dari komponen kimia lemak dan minyak. Metode tersebut antara lain: total minyak atau lemak, bilangan penyabun, bilangan Iod, dan bilangan asam.

Sabun mandi

Saat ini, telah ditemukan berbagai macam jenis dari daun-daun, akar, kacang-kacangan atau biji-bijian yang bisa digunakan untuk membentuk sabun yang mudah larut dan membawa kotoran dari pakaian. Untuk sekarang, kita memakai dasar material yang disebut sebagai saponin yang mengandung pentasiklis triterpena asam karboksilat, seperti asam oleonat atau asam ursolat, zat kimia berkombinasi dengan molekul gula. Asam ini juga terlihat dalam keadaan tanpa kombinasi. Saponin lebih dikenal sebagai “sabun”.

Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang diberikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi.

Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh mengahasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar.

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut Konsentrasi Kritik Misel (KKM) (Lehninger, 1982).

Dalam Encyclopedia of Chemical Tehnology, Kirk-Othmer menyebutkan bahwa minyak kelapa mengandung: caprylic (7%), capric (6%), lauric (50%), myristic (18%), palmitic (8,5%), stearic (3%), oleic (6%), linoleic (1%), linolenic (0,5%).

Untuk kualitas sabun, salah satunya ditentukan oleh pengotor yang terdapat pada lemak atau minyak yang dipakai. Pengotor itu antara lain berupa hasil samping hidrilis minyak atau lemak, protein, partikulat, vitamin, pigmen, senyawa fosfat dan sterol. Selain itu, hasil degradasi minyak selama penyimpanan akan mempengaruhi bau dan warna sabun. Salah satu kelemahan sabun adalah pada air keras sabun akan mengendap sebagai lard. Air keras adalah air yang mengandung ion dari Mg, Ca dan Fe.

Namun kelemahan ini bisa diatasi dengan menambahkan ion fosfat atau karbonat sehingga ion-ion ini akan mengikat Ca dan Mg pembentuk garam. Untuk memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antara lain: asam lemak bebas, gliserol, pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan, penghalus, serta aditif kulit (skin aditif).

Titanium dioksida (TiO2)

Titanium dioksida (TiO2) ditambahkan ke dalam sabun berfungsi sebagai pemutih sabun dan kulit. Pada konsentrasi kecil (<0,8>

TiO2 ada dalam tiga bentuk kristal: anatase, brookite, dan rutile. Biasanya diperoleh secara sintetik. Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit, plastik dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil terhadap perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian oleh hydrogen dan karbon monoksida. Pada 20000 dan vakum, ia tereduksi oleh karbon membentuk titanium karbida. Jika ada agen pereduksi, ia akan terklorinasi.

Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium dioksida antara lain dalam vitreus enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih yang dominan di usaha karena mempunyai sifat: indek refraksi tinggi, tidak menyerap sinar tampak, mudah diproduksi sesuai keinginan, stabilitas tinggi dan non toksik.

EDTA

EDTA ditambahkan dalam sabun untuk membentuk kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak.

EDTA adalah reagen yang bagus, selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode titrimetil. Untuk titrasi ini, Reilley dan Barnard menemukan 200 senyawa organik sebagai logam dalam titrasi berwarna dengan ion logam yang range konsentrasi pM. Kompleksnya juga berwarna intensif dan dapat dilihat mata pada konsentrasi 10-6 – 10-7 M.

Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alcohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan HCL sehingga KOH yang bereaksi dapat diketahui.

Dalam penetapan bilangan penyabunan, biasanya larutan alkali yang digunakan adalah larutan KOH, yang diukur dengan hati-hati ke dalam tabung dengan menggunakan buret atau pipet.


Alat dan Bahan

Alat

1. Peralatan gelas

2. Hot plate

3. Timbangan analitik

4. Pengaduk magnet

5. Heating mantel

6. Statif dan kelm

7. Pignometer

8. pH meter

Bahan

1. Minyak Bimoli

2. Soda kaustik

3. Garam halus

4. Aquades

5. TiO2

6. Aroma Orange

7. EDTA

8. Indikator pp

9. Kalium hidroksida

10. Etanol

11. Asam klorida

12. Buffer pH 7 dan 9


Cara Pembuatan

a. Minyak Goreng Bimoli

1. Panaskan terlebih dahulu 10 mL air dalam Erlenmeyer 50 mL dan pada saat mendidih, tambahkan 5 gram soda kaustik.

2. Sambil diaduk, sebanyak 50 mL minyak Bimoli dituangkan secara pelan-pelan dengan menggunakan api yang kecil.

3. Setelah terbentuk padatan, lalu tambahkan 25 mL aquades serta terus menerus diaduk sambil dipanaskan sehingga terbentuk seperti susu.

4. Selanjutnya, 1 gram garam halus dimasukkan, diaduk kira-kira 20 menit dengan api dimatikan.

5. Masukkan sebanyak 1 gram campuran EDTA dan TiO2 , diaduk hingga merata.

6. Mendiamkan selama 20 menit dan memasukkan parfum orange dan diaduk.

7. Menuangkan dalam cetakan dan ditunggu selama 24 jam.

b. Campuran Minyak Curah dan Minyak Kelapa

1. Sebanyak 25 mL minyak curah dicampurkan dengan 25 mL minyak kelapa dalam Erlenmeyer 250 mL.

2. Lalu tambahkan 25 gram soda kaustik dan etanol.

3. Larutan dipanaskan pada suhu 70 – 80 0C selama 20 menit.

4. Lapisan dipisahkan, yang dipakai larutan bawah.

5. Selanjutnya, tambahkan sebayak 1 gram TiO2 dan 1 gram EDTA, 2 mL larutan jenuh NaCl sambil diaduk dan dipanaskan sampai terbentuk jonjot-jonjot putih dan disaring serta direkristalisasi dengan air panas.


Dari kedua cara diatas, nantinya dapat disimpulkan bahwa bahan dasar pembuatan sangat berpengaruh pada sabun yang dihasilkan. Jika dipakai minyak dengan kandungan asam tak jenuh dan rantai pendek, maka akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan bila dipakai minyak dengan kandungan asam lemak jenuh dan berantai panjang, maka akan dihasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar (sabun padat).

Ketika bahan dasar yang dipakai adalah minyak goreng Bimoli berwarna kuning, bening yang terbuat dari kelapa sawit. Sedangkan minyak curah berwarna kuning keruh yang juga terbuat dari kelapa sawit, maka prosesnya lebih jelek dari Bimoli.

Langkah yang sama sebenarnya dapat dilakukan untuk memperoleh sabun yang bagus. Pertama, dengan menambahkan filternya supaya menekan biaya. Kedua, bisa menggunakan bahan lemak atau minyak yang lain. Ketiga, perlunya memvariasi karakteristik sabun dari bahan lain. Selamat mencoba!

SEJARAH SABUN

Ternyata sabun yang setiap hari kita pakai untuk mandi ternyata memiliki sejarah yang amat panjang. Ceritanya dimulai dari jaman prasejarah.
Ketika itu manusia purba hidup di daerah sumber air, dan mereka mulai membersihkan badannya dari lumpur.

Sabun pertama kali ternyata dibuat dari lemak yang dipanaskan dengan abu. Kok bisa tau ? Ya tau lah, karena para ahli menemukan bejana dari tanah liat yang dalamnya ada sabun mula-mula itu, ketika mereka menggali kota Babylon kuno. Diperkirakan benda tersebut merupakan peninggalan tahun 2800 SM.

Orang Mesir kuno juga sudah mandi secara teratur. Ini diketahui dari Ebers Papyrus, yaitu dokumennya orang Mesir dari tahun 1500 SM. Sabun yang mereka pakai itu berasal dari campuran minyak hewan dan minyak tumbuhan dengan garam. Mereka menggunakan sabun itu selain untuk mandi juga untuk perawatan kulit.

Bagaimana dengan orang Yunani ? eh mereka gak pakai sabun, tapi mereka membersihkan tubuh dengan tanah liat, pasir, batu apung, dan abu. Wuek……apa nggak tambah kotor, tunggu dulu, abis itu mereka menyiram dengan minyak, dan menghilangkan minyak yang melekat dan kotoran mengan alat dari metal yang disebut strigil.

Kalo orang Roma lain lagi. Prajurit Roma membuat saluran air pada tahun 312 SM untuk mandi. Tapi mereka mandi kayak raja-raja, sangat lux dan mandi menjadi sesuatu yang popular. Mungkin kayak popularitasnya AFI.
Orang Romawi membuat sabun dari batu kapus yang dipanaskan. Kapur tersebut kemudian ditaburkan ke atas abu kayu yang masih panas dan diaduk rata. Selanjutnya dimasukkan dalam air panas dan mendidihkannya dengan tambahan beberapa potong domba selama beberapa jam. Ketika lapisan buih berwarna cokelat kotor yang tebal terbentuk di permukaannya, dan menjadi keras setelah mendingin, mereka memotong-motong lapisan keras tadi. Jadi deh sabun. Namun, setelah kejatuhan dari kekaisaran Roma pada tahun 467 masehi, kebiasaan mandi menjadi luntur. So, pembuatan sabun juga mulai tidak populer. Terutama lagi pada masa kegelapan di abad ke-14. So, orang-orang pada jaman ini kotor-kotor ya !

Namun pada abad ke-17, mandi mulai menjadi suatu mode di Eropa. Di Jepang pada jaman pertengahan, mandi sudah menjadi suatu tradisi. Dan di Iceland, kolam air hangat dari sumber air panas menjadi sangat popular, terutama saat weekend.

Pabrik sabun pertama kali itu ada di Eropa (Italia, Spanyol, dan Prancis) pada abad ke-7. Dalam proses pembuatannya mereka dijaga oleh tentara, karena formulanya dianggap rahasia. Inggris mulai membuat sabun pada abad ke-12. Amerika baru membuat sabun pada tahun 1608. Sabun pertama kali di-patent-kan oleh Nicholas Leblanc, seorang kimiawan dari Prancis, pada tahun 1791. Leblanc, membuat sabun soda abu (atau nama kerennya natrium karbonat) dari garam. So, ini menyebabkan biaya produksi menjadi rendah. Michel Eugene Chevreul, temennya juga dari Prancis, tidak mau kalah. 20 tahun kemudian, dia membuat sabun dari lemak, gliresin, dan asam lemak. Pembuatan sabun secara modern dengan proses ammonia dilakukan oleh ahli kimia Belgia, namanya Ernest Solvay.

Hingga memasuki abad ke-19, sabun menjadi barang yang mahal, karena dikenakan pajak yang tinggi. Namun setelah itu, sabun menjadi hal yang umum setelah pajak untuk sabun dicabut dan biaya produksi untuk membuat sabun semakin murah.

Kemudian sabun berkembang pesat. Tahun 1916, detergen sintetis pertama kali dikembangkan di Jerman. Kemudian di awal tahun 1930an, Amerika memproduksinya secara masal untuk rumah tangga. Pada tahun 1946, surfaktan mulai dikenalkan. Surfaktan itu adalah bahan campuran sabun, yang membantu membersihkan kotoran secara lebih efektif.
Sekitar tahun 1970an, sabun cair ditemukan.
Itu tadi sejarah tentang sabun.
http://sma.ubaya.ac.id/index.php?cakup=artikel&kategori=9